Cerita Bersajak

Cerita Bersajak
Kerinduan dari saksi dewata
Api gemuruh dalam lautan manusia yang ganas. Beringas sangar namun anggun dalam menyapa yang menurutnya memang temannya. Saat itu aku, menjadi saksi bisu sejarah yang awal nya tidak aku sangka-sangka. Menduga dalam pikiran menjadi melebur dalam getaran hati. Berbicara dalam singgah sana yang memang harus dituntut untuk menjadikan pembelajaran sesama. Dalam alunan melodi lagu yang indah selaras dengan jazz disaat itu.
“Berbicara keadilan di tengah kerinduan, itu percuma” kata sang anarki dalam kerinduan ku saat ini. Tak banyak yang mengetahui beliau, yaa walaupun dalam kenal kenal biasa.  seperti tawa canda kelana seseorang dalam menyelami dunia perjalanan yang akan menempuh pertualangan hidup. Dunia dongeng para kurcaci yang akan mengenal sajak hikmah kehidupan. Begitulah, seruput kopi hitam di gelas kini tanpa rasa. Tak ada yang menemani dalam memotivasi perjalanan kehidupan. Terkadang melihat beliau dalam benak-benak lamunan.
Ditengah canda tawa banyak hikmah yang terbelesit dalam benak kehidupan. Alkisah perjuangan kerajaan dalam cerita cinderalla. Iyaa lucu, terkadang penuh hikmah yang terkandung dalam dunia ambigu. Serayak indah nya negri yang permai dalam dunia suka cita yang pertiwi.
Petani yang didunia sendiri lagi bersedih dalam kebingungan akan deritaan anak cucunya nanti jikalau lahan yang dulu di gusur lagi. Nantinya bakalan menjadi warisan tetuah dalam pusaka penerus kejayaan negri. Tapi terkadang ekspatasi dalam candaan mimpi bagi para petani. Aku masih ragu dengan negriku yang dulu nya kataanya permai akan padi yang menguning ditengah infrastruktur dalam yang katanya berkemajuan tapi memuat mundur nyali perjuangan dalam tetesan darah yang katanya membutuhkan darah dalam mempertahankan tanah lokajaya.
Pernah terbelesit lintas pikiran ditengah kebisingan dan mulai bertanya kepada sang dewa mahabrata kenapa memuat tanah tapi tidak dirasakan bagi yang tinggal dalam tanah tersebut ? pertanyaan yang memuat diriku bimbang.
Merindukan beliau yang mempunyai nyali akan api yang membara terhadap seruan gejolak pengunjung tanah sanjaya. Aku merindukan sesosok yang menjelma menjadi akar rumput dalam tanah ku tersebut. “seraya tanah merdeka tetapi masih ada duka dalam kesendirianya” sang anarkis tak sebengis dalam kopi yang manis. Tak ada yang bisa ku artikan dalam kata tersebut. Tapi kuyakinkan memiliki sejuta makna dalam panah Ramayana. Andaikan bisa menemui para dewata maka akan kutemui. Untuk mempertanyakan sejuta pertanyaaan yang kupendam dalam hati bunda pertiwi yang lagi besedih.
Menunduk serayu dalam tundukan yang mendayu layu dalam bunga yang tertanam dalam deritaan sedih. Aku takut malah kedatangan ku menjadikan kemarahan dewa siwa. Membutuhkan kebijakan dari brahma dalam menjalani kehidupan yang fana.
Dewata mungkin sibuk dalam memuat alur-alur cerita novelis. Sehingga gugup dalam hati dan pikiran yang mendengkup dalam penjara yang terlengkup. Dengan baju yang koyak menghadapi para dewata apakah aku layak dalam hal tersebut. Sedihnya petani memuatku tetap bertahan karna memikirkan hati dalam sastra lagaligo anak dari batara guru. Negri yang sungguh indah permai memuat negri sebrang pada iri dengan keanggunan negri yang saat itu. Kerajaan kerajaan yang besarnya memuat tiga setengah abad lamanya untuk mengusai negri tersebut. Pertumpahan nyawa menjadi hal biasa dalam merebut kekayaan yang tak begitu habis di raup dengan telapak tangan kecil manusia.
Dengan laksamana kepemimpinan kerajaan dewata yang semakin hikmad dengan seruan dari ribuan jawara pulau jawa. Seruan yang kala nya harus menderu dalam goa yang penuh dengan deritaan sang aksi.

Oleh: Rama~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekolah Islam dan Gender (SIG) KOPRI Feminea PMII Rayon Aufklarung

Peranan Mahasiswa: Diam dan semakin ditindas, atau bergerak untuk perubahan

Puisi "Sekelumit Senyum Kala Itu"