Sampah Menghantui Kehidupan Masyarakat


Problematika Kota Yogyakarta tak hanya soal ketimpangan ekonomi dan kriminalitas klitih, ada problem yang timbul-tenggelam yaitu persoalan sampah. Dapat kita ketahui bersama bahwa sampah/limbah yang dihasilkan oleh produsen dan konsumen menjadi momok yang menakutkan yang mana hingga saat ini belum terselesaikan secara penuh.


Hal tersebut dapat terlihat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Daerah Piyungan, Bantul Yogyakarta, yang tiap hari kian menumpuk dan berserakan di ruas-ruas jalan sehingga menyebabkan bau busuk tak terhindarkan di tengah lingkungan masyarakat.


Banyak warga sekitar yang melakukan aksi protes dengan pihak pengelola TPST. Hal tersebut berawal pada proyek pembangunan jalan di sekitar tempat pembuangan. Proyek tersebut menimbulkan dampak pada drainase yang semakin menyempit. Akibatnya ketika hujan, air tidak dapat mengalir dan menggenang bercampur dengan sampah.


Keresahan tak hanya saat musim hujan. Kala kemarau, terik matahari membuat bau sampah semakin menusuk. Bahkan, seringkali sampah ringan seperti plastik ikut terbang bersama angin ke daerah pemukiman. Sebuah tantangan berat bagi warga sekitar untuk berdamai dan berdampingan dengan sampah dalam aktifitas sehari-harinya


Dilansir oleh jogjaprov.id, sampah/limbah yang dihasilkan DIY tiap harinya sebesar 1.703 Ton , jumlah tersebut tidak dapat menampung sampah secara keseluruhan di TPA regional Piyungan yang tiap harinya hanya menerima 600 ton sampah. Diperkirakan pada tahun 2042, jumlah sampah akan naik menjadi 2.313 ton per harinya dimana akan terkumpul sebanyak 1.939 ton sampah dan akan dibuang di TPA Piyungan sekitar 905 ton setiap harinya.


Berkaca pada situasi tersebut, pemerintah daerah merencanakan penambahan lahan baru untuk TPA Piyungan.

“Kami merencanakan penambahan lahan baru seluas 6 hektar di sekitar TPA Piyungan, untuk pengembangan TPA melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, dimana kesempatan investasi akan sangat terbuka bagi para investor,” jelas Hananto.

Pernyataan tersebut disampaikan saat Hananto memimpin paparan Market Sounding PPP Piyungan Regional Landfill Development, di Gedhong Pracimosono, Komplek Kepatihan, Senin (30/11) pagi.


Lantas apakah solusi tersebut dapat menyelesaikan permasalahan dan dapat digunakan dalam jangka panjang? Karena penambahan lahan baru hanya akan menambah permasalahan lain. Layaknya pribahasa gali lobang tutup lobang, tindakan tersebut tidak akan memberikan penyelesaian yang berarti. Perlu adanya pengelolaan yang tepat dan efesien agar sampah dapat terurai dengan baik.


Peranan masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan polemik sampah ini. Sebab
 budaya konsumtif masyarakat akan berbanding lurus dengan pertumbuhan sampah yang nantinya dibuang di TPST Piyungan.  Menurut UU no. 08 tahun 2008 pasal 15 yang berbunyi "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam," maka sudah seharusnya produsen turut aktif turut aktif dalam menyelesaikan problematika ini dengan cara bertanggung jawab atas produksi yang mereka edarkan. 


Penulis : Wibby Arief

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekolah Islam dan Gender (SIG) KOPRI Feminea PMII Rayon Aufklarung

Peranan Mahasiswa: Diam dan semakin ditindas, atau bergerak untuk perubahan

Puisi "Sekelumit Senyum Kala Itu"